Sabtu, 20 Desember 2014

bacillus subtilis



MENGENAL KARAKTERISTIK BACILLUS SUBTILIS
MENGENAL KARAKTERISTIK  BACILLUS SUBTILIS
Bakteri yang berperan dalam pembusukan daging, salah satunya yaitu bakteri B. subtilis. Bakteri ini memiliki karakter-karakter tertentu dan spesifik. Berikut adalah klasifikasi B. subtilis : (Madigan, 2005)
Kingdom:Bacteria
Phylum:Firmicutes
Class:Bacilli
Order:Bacillales
Family:Bacillaceae
Genus:Bacillus
Species: B. subtilis
Karakteristik dari bakteri B. Subtilis dapat dilihat pada table berikut :
Karakter
Bacillus Subtilis
Bentuk
Batang (tebal maupun tipis), rantai maupun tunggal
Gram
Positif
Sumber
tanah, air, udara dan materi tumbuhan yang terdekomposisi
Berdasarkan spora
Bakteri penghasil endospora
Respirasi
Aerob obligat
Pergerakan
Motil dengan adanya flagella
Suhu Optimum Pertumbuhan
25-350C
pH Optimum Pertumbuhan
7-8
Katalase
Positif
Sumber : Graumann, 2007
Media Perantara
Media perantara pertumbuhan Bacillus subtilis antara lain adalah tanah, air, udara dan materi tumbuhan yang terdekomposisi. Selain itu, B.subtilis juga ditemukan pada produk makanan seperti produk susu, daging, nasi dan pasta. Bakteri ini dapat tumbuh pada produk makanan karena produk-produk makanan tersebut menyediakan nutrisi yang baik untuk pertumbuhan B.subtilis.
Ciri-ciri Pembusukan
Ciri ciri kebusukan pada daging menurut Buckle dkk. (1985):
1.Perubahaan Warna
Beberapa mikroorganisme menghasilkan koloni koloni yang berwarna atau mempunyai pigmen (zat warna) yang memberi warna pada daging yang tercemar.
2.Berlendir Kental
Suatu lendir kental yang berbentuk tali dalam bahan pangan disebabkan oleh berbagai spesies  mikroorganisme seperti Leuconostoc mesenteroides, Leuconostoc dextracium, Bacillus subtilis dan Lactobacillus plantarum. Pada beberapa bahan pangan pembentukan lendir dikaitkan dengan pembentukan bahan kapsul oleh mikroorganisme.sedang pada beberapa produk pangan yang lain dapat disebabkan karena hidrolisa dari zat pati dan protein untuk menghasilkan bahan bersifat lekat yang tidak berbentuk kapsul.Lendir tali ini dapat mencemari bahan bahan pangan seperti minuman anggur, cuka, susu dan roti.
3.Kerusakan Fermentatif
Beberapa tipe organisme terutama khamir, spesies Bacillus dan Clostrodium serta bakteri asam laktat mampu memfermentasikan karbohidrat.Bakteri dapat mengubah gula menjadi asam laktat atau campuran asam asam laktat, asetat, propionat dan butirat,bersama sama dengan hidrogen dan karbondioksida. Perubahan flavor dan pembentukan gas akhirnya terjadi dalam bahan pangan.
4.Pembusukan bahan Bahan Berprotein
Dekomposisi anaerobik dari protein menjadi peptida atau asam asam amino mengakibatkan bau busuk pada bahan pangan karena terbentuknya sulfida, amonia, methyl sulfida, amin dan senyawa bau yang lainnya. Bahan  pangan tercemar lainnya adalah bahan pangan yang diolah kurang sempurna dan dikemas sehingga terbentuk kondisi anaerobik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kerusakan bahan pangan (Irianto, 2007):
Activity water (Aw)
Bahan pangan dengan kadar air tinggi(nilai Aw:0,95-0,99) pada umumnya kan ditumbuhi oleh semua jenis mikrooganisme. Karena bakteri lebih cepat pertumbuhannya dibandingankan dengan khamir ataupun kapang.
Perubahan nilai pH.
Beberapa mikroorganisme khususnya kapang ataupun khamir dapat memecah asam secara alamiah ada dalam bahan pangan .Oleh karena itu dapat mengakibatkan kenaikna pH yang cukup memungkinkan tumbuhnya spesies pembusuk yang sebelumnya terhambat pertumbuhannya.
Lemak
Adanya lemak akan memberi kesempatan bagi jenis lipolitik untuk tumbuh secra dominan.Keadaan tersebut akan mengakibatkan kerusakan lemak oleh mikroorganisme dan menghasilkan zat zat yang disebut asam asam lemak bebas dan keton yang memiliki bau dan rasa yang khas. Seringkali disebut tengik.
Protein dan peptida
Kemampuan memecah molekul protein dalam bahan pangan terbatas hanya pada beberapa spesies mikroorganisme yang dapat menghasilkan enzim proteolitik ekstraseluer.Pada umumnya spesies proteolitik ini pertama tama berperan kemudian dikalahkan oleh spesies lain yang tumbuh pada produk yang proteinnya terdegradasi.
Mekanisme Pembusukan
Pada pembusukan daging, mikroorganisme yang menghasilkan enzim proteolitik mampu merombak protein-protein atau biasa disebut denaturasi protein. Dengan terjadinya proses denaturasi, protein secara bertahap kehilangan kemampuannya untuk menahan cairan. Akibatnya, cairan tubuh tersebut akan lepas dan mengalir keluar dari bahan pangan. Cairan ini kaya akan nutrien sehingga akan digunakan oleh mikroba sebagai sumber makanan untuk tumbuh dan berkembang. Mekanisme pembusukan ini sangat kompleks. Bakteri tumbuh/berkembang pada daging dengan memanfaatkan komponen-komponen (dengan berat molekul rendah) yang terlarut dalam daging. Konsentrasi komponen tersebut dalam daging dan penggunaannya oleh jenis mikroba tertentu yang akan menentukan waktu terjadinya (onset) dan jenis pembusukan (Pelczar dan Chan, 2005).
Selain itu proses pembusukan terjadi akibat adanya aktivitas enzim yang merombak komponen bahan pangan hingga terbentuk senyawa yang aromanya tidak disukai. Aroma tersebut merupakan gabungan dari sejumlah senyawa hasil proses pembusukan. Selama proses pembusukan, enzim akan merombak karbohidrat secara bertahap menjadi alkohol dan akhirnya membentuk asam butirat dan gas metan. Protein akan dirombak oleh protease hingga terbentuk ammonia dan hidrogen sulfida; sedangkan lemak akan dirombak menjadi senyawa keton. Keberadaan senyawa ini secara bersamaan akan menyebabkan terbentuknya aroma busuk. Proses pembusukan makanan dapat dijelaskan pada persamaan berikut ini (Dwidjoseputro,2005):
ProteaseProtein ———————————–H2S dan amoniakKarbohidrase
Karbohidrat ———————— alkohol
Lipase
Lemak —————————— lemak
Jumlah mikroorganisme pada daging sapi saat baumuncul sebesar adalah 1,2 X 106 s/d 1,0 X 108 cfu/cm2 dan lendirakan muncul saat jumlah mikroorganisme sebesar 3,0 X 106 s/d 3,0 X 108 cfu/cm2. Pada daging unggas, bau akan muncul saat jumlah mikroorganismenya sebesar 2,5 X 106 s/d 1,0 X 108 cfu/cm2 dan muncul lendir saat jumlah mikroorganisme sebesar 1,0 x 107 s/d 6,0 X 107 cfu/cm2.
            Lendir yang dihasilkan pada permukaan daging menurut Winarno (1985) disebabkan oleh berbagai spesies mikroorganisme seperti Leuconostoc mesenteroides, Leuconostoc dextranicum, Bacillus subtilis dan Lactobacillus plantarum. Pada beberapa bahan pangan pembentukan lendir dikaitkan dengan pembentukan bahan kapsul oleh mikroorganisme sedang pada beberapa produk pangan pembentukan lendir juga disebabkan oleh hidrolisa dari zat pati dan protein untuk menghasilkan bahan yang bersifat lekat yang tidak berbentuk kapsul.
Pencegahan
Daging adalah salah satu dari produk pangan yang mudah rusak disebabkan daging kaya zat yang mengandung nitrogen, mineral, karbohidrat, dan kadar air yang tinggi serta pH yang dibutuhkan mikroorganisme perusak dan pembusuk untuk pertumbuhannya. Pertumbuhan mikroorganisme ini dapat mengakibatkan perubahan fisik maupun kimiawi yang tidak diinginkan, sehingga daging tersebut rusak dan tidak layak untuk dikonsumsi (Komariah dkk., 2004).
Usaha-usaha untuk meningkatkan kualitas daging bisa dilakukan dengan proses pengawetan dan peningkatan keempukan dengan penambahan enzim proteolitik. Pengawetan daging akan memperpanjang masa simpan dan memperbaiki persediaan daging dengan mengurangi kerusakan dan pembusukan oleh mikroorganisme. Penambahan enzim proteolitik akan meningkatkan keempukan dan penerimaan daging oleh konsumen. Pengawetan pada prinsipnya adalah penghambatan kerusakan oleh bakteri dan bisa dilakukan dengan penggunaan senyawa antimikroba. Tujuan pengawetan tersebut ditentukan oleh waktu penyimpanan komoditi (Komariah dkk., 2004).
B. subtilis dapat menyebabkan kerusakan pada makanan kaleng yang juga dapat mengakibatkan gastroenteritis pada manusia yang mengkonsumsinya. Oleh sebab itu makanan yang disimpan dalam waktu lama perlu dilakukan pengawetan agar tidak membahayakan konsumen. Untuk mencegah dan mengendalikan pertumbuhan bakteri pada bahan makanan umumnya digunakan bahan kimia pengawet berupa zat kimia sintetik. Alternatif lain yang memungkinkan untuk dikembangkan adalah pemanfaatan senyawa bioaktif yang dihasilkan oleh tumbuhan. Salah satu diantaranya adalah pemanfaatan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman Jahe (Zingiber officinale Roxb.) (Nursal dkk., 2006).
Tanaman jahe termasuk Suku Zingiberaceae, merupakan salah satu tanaman rempah-rempahan yang telah lama digunakan sebagai bahan baku obat tradisional. Kandungan senyawa metabolit sekunder yang terdapat pada tanaman jahe terutama golongan flavonoid, fenol, terpenoid, dan minyak atsiri (Benjelalai, 1984). Senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan tumbuhan Suku Zingiberaceae umumnya dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme patogen yang merugikan kehidupan manusia. Ekstrak Lengkuas (Suku Zingiberaceae) dilaporkan dapat menghambat pertumbuhan mikroba, diantaranya bakteri Escherichia coli, Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, jamur Neurospora sp,Rhizopus sp dan Penicillium sp (Nursal dkk., 2006).
Berdasarkan hasil-hasil penelitian sebelumnya diketahui bahwa senyawa fenol, terpenoid dan flavonoid merupakan senyawa produk metabolisme sekunder tumbuhan yang aktif menghambar pertumbuhan bakteri. Ekstrak akar Acanthus ilicifolius dilaporkan dapat menghambat pertumbuhan koloni bakteri Vibrio parahaemolyticus sp (Nursal, 1997) dan Vibrio sp (Nursal, 1998).Senyawa triterpenoid yang terdapat pada ekstrak daun Premna schimperi dilaporkan dapat menghambat pertumbuhan koloni bakteri Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis pada konsentrasi 20-25 μg/ml (Habtemariam dkk. , 1990).
Terjadinya penghambatan terhadap pertumbuhan koloni bakteri pada diduga disebabkan karena kerusakanyang terjadi pada komponen struktural membran sel bakteri. Senyawa golongan terpenoid dapat berikatan dengan protein dan lipid yang terdapatpada membran sel dan bahkan dapat menimbulkan lisis pada sel. Volk dan Wheeler (1988) mengemukakan bahwa membran sel yang tersusun atas protein dan lipid sangat rentan terhadap zat kimia yang dapat menurunkan tegangan permukaan. Kerusakan membran sel menyebabkan terganggunya transport nutrisi (senyawa dan ion) melalui membran sel sehingga sel bakteri mengalami kekurangan nutrisi yang diperlukan bagi pertumbuhannya.
            Daging hewan yang sehat sebelum pemotongan pada dasarnya adalah steril atau hanya mengandung tingkat mikroorganisme yang sangat sedikit, namun setelah pemotongan, jaringan-jaringan tersebut mulai terkontaminasi oleh mikroba dari lingkungan sekitar. Pengaruh interaksi antara konsentrasi penambahan jahe dan lama simpan terhadap total mikroba sangat nyata. Faktor perlakuan penambahan jahe dan lama simpan juga berpengaruh sangat nyata terhadap total mikroba. Syarat mutu daging sapi untuk jumlah mikroba maksimum adalah 5 x 105 kuman/gram (BSN, 1995), sedangkan tingkat maksimum total mikroba yang dapat diterima pada daging yang menentukan akhir dari masa simpannya, menurut Ockerman (1984), adalah 3,39 x 106 cfu/g. Jumlah mikroba yang didapat pada daging untuk masing-masing konsentrasi penambahan jahe menunjukkan, bahwa daging sudah tidak memenuhi syarat mutu. Hal ini diduga disebabkan penanganan yang kurang higienis dan sanitasi yang kurang baik sejak sapi dipotong sehingga menyebabkan kontaminasi oleh mikroorganisme pada daging.
            Pada daging yang ditambahkan jahe, selain suhu penyimpanan dan pH, pertumbuhan mikroba tersebut dihambat oleh zat antimikroba yang terkandung dalam jahe.Selain menghambat pertumbuhan mikroba, zat antimikroba pada jahe juga bersifat membunuh mikroba pada daging yang terlihat dengan adanya penurunan jumlah mikroba pada 3 hari penyimpanan.Zat antimikroba yangterkandung dalam jahe adalah zingeron dan gingerol yang merupakan senyawa turunan metoksi fenol dalam oleoresin jahe (Al-Khayat & Blank, 1985).
Penambahan jahe juga berpengaruh terhadapkeempukan dan total mikroba pada daging.Daging dengan pH akhir yang rendah sekitar5,1 sampai dengan 6,1, menurut Buckle dkk. (1986), mempunyai struktur yang terbuka yang memudahkan penetrasi zat-zat tertentu ke dalam daging seperti pada proses pengasinan daging.Struktur terbuka ini diduga akan memudahkan masuknya enzim proteolitik dan zat antimikroba jahe ke dalam daging.
            Mekanisme lain zat antimikroba adalah penghambatan sintesis di dinding sel, penghambatan sintesis protein, sintesis asam nukleat dan penghambatan pertumbuhan analog (Lay & Hastowo, 1992). Berdasarkan hasil pangamatan Jenie dkk. (1992), pada umumnya bakteri Gram negatif lebih tahan terhadap aktivitas antimikroba jahe dibandingkan dengan bakteri Gram positif, hal ini mungkin disebabkan dinding sel bakteri Gram negatif mempunyai lapisan lemak yang lebih tebal daripada bakteri Gram positif.
Penambahan jahe (Zingiber officinale Roscoe) hingga 8% pada daging sapi akan meningkatkan daya simpan keempukan daging. Konsentrasi dan waktu penyimpanan terbaik dari hasil yang didapat adalah konsentrasi penambahan jahe 8% dengan lama penyimpanan 6 hari.
Ekstrak jahe (Zingiber officinale) dapat menghambat pertumbuhan koloni bakteri Escherichia coli mulai konsentrasi 6,0%. Bacillus subtilis mulai dapat dihambat pada konsentrasi 2,0%. Hal ini membuktikan bahwa bakteri Gram negatif lebih tahan terhadap aktivitas antimikroba jahe dibandingkan dengan bakteri Gram positif, hal ini mungkin disebabkan dinding sel bakteri Gram negatif mempunyai lapisan lemak yang lebih tebal daripada bakteri Gram positif.









Sterilisasi
Sterilisasi adalah suatu proses untuk membunuh/mematikan  semua organisme/jasad renik(pathogen a apatogen) yang terdapat pada atau di dalam suatu benda, sehingga jika ditumbuhkan ( dalam suatu media) tidak akan ada jasad renik yang dapat berkembang biak. Sterilisasi harus dapat membunuh jasad renik yang paling tahan panas, yaitu spora bakteri. Sterilisasi dilakukan bertujuan mendapatkan keadaan steril.
Sterilisasi sangat penting dalam penelitian2 di bidang mikrobiologi, mengingat bahwa penelitian terhadap suatu spesies mikroba harus selalu didasarkan atas penelitian terhadap sifat biakan murni spesies tersebut, sehingga untuk memelihara suatu mikroba secara biakan murni, perlu digunakan alat-alat dan medium yang bebas mikroorganisme atau steril
Sterilisasi dapat dilakukan dalam 4 tahap, yaitu :
1.     Pembersihan sebelum sterilisasi
2.     Pembungkusan
3.     Proses Sterilisasi
4.     Penyimpanan yang aseptic

Pada prinsipnya proses sterilisasi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu : proses fisika, kimia dan mekanik.

Proses Fisika, dapat dilakukan dengan:

1.     Sterilisasi Secara Pemanasan dan Radiasi
A.   Pemanasan
Cara Pemanasan dibagi 2, yaitu :
a.     Pemanasan kering, yaitu proses pemanasan yang tidak mennunakan air
Dapat dilakukan dengan tiga cara :
i.                   Pemijaran/nyala api langsung (sampai merah)
Cara ini dipakai langsung (membakar), sederhana, cepat dan dapat menjamin sterilitasnya, namun penggunaannya terbatas pada beberapa alat saja. Contoh : pinset, jarum ose dan spatula logam
ii.                 Flaming(pembakaran sekejap)
Yaitu dengan cara melewatkan benda yang akan disterilkan pada api Bunsen tanpa membiarkan memijar. Contoh : mulut tabung reaksi, mulut tabung biakan dan gelas objek.
iii.              Udara panas kering
Cara ini pada dasarnya merupakan suatu proses oksidasi, cara ini memerlukan suhu yang lebih tinggi yaitu 160 -170o C selama 2 jam.
Dasar sterilisasi ini  adalah membunuh bakteri dengan udara kering yang panas(dehidrasi-oksidasi). Alat-alat yang disterilkan adalah : cawan petri, tabung reaksi, pipet volum, dan alat gelas lainnya. Bahan= bahan yang dapat disterilkan : serbuk(talk), lemak, minyak. vaselin.
Alat-alat yang disterilkan terlebih dahulu harus dicuci bersih, dilap kemudian dibungkus dengan aluminium foil atau kertas perkamen.
       
b.     Pemanasan basah, yaitu proses pemanasan dengan menggunakan air, dapat digunakan untuk mensterilkan bahan padat (alat gelas) atau cair (sediaan yang mengandung air : media pembiakan).
Ada beberapa cara pemanasan basah, yaitu :
1.     Dimasak dalam air biasa suhu 100oC (direbus),  pada suhu ini bentuk vegetative dapat dibunuh tapi bentuk spora masih bertahan. Oleh karena itu agar efektif membunuh spora maka dapat ditambahkan natrium nitrit 1% dan fenol 5%. Semua alat-alat yang disterilkan dengan cara ini harus terendam seluruhnya, waktu 30-60’.

2.     Dengan uap air  mengalir
Cara ini cukup efektif dan sangat sederhana. Dapat dipakai dengan dandang, dengan penangas air  yang bagian atasnya , diberi lubang agar uap air dapat mengaliri bagian alat yang akan disterilkan, waktu sterilisasi 30’ dihitung setelah mendidih. Caranya : alat-alat yang akan disterilkan dicuci bersih dan didesinfeksi,  dibungkus dengan kertas perkamen dan dimasukkan ke dalam dandang.

3.     Pasteurisasi
Yaitu: proses pemanasan pada suhu dan waktu tertentu, dimana semua mikroba pathogen dapat terbunuh
Pasteurisasi dapat dibagi dua yaitu :
a.     Pasteurisasi cepat : dilakukan pada suhu 72oC selama 15”
b.     Pasteurisasi lambat: dilakukan pada suhu 65oC selama 30’
*Spora dan bentuk vegetatif dari bakteri termofil tahan
*Setelah pasteurisasi, produk harus didinginkan secepat mungkin untuk
  mencegah pertumbuhan bakteri yang masih hidup.
*Pasteurisasi biasanya dilakukan terhadap susu, dapat juga : anggur, bir,  jus buah, cider (sari buah apel), madu, minuman olah raga, makanan kaleng
*Proses ini dapat mencegah penyakit yang disebabkan oleh Streptococcus
  grup A, misalnya Bakteri TBC dan Brucellosis

4.     Tindalisasi
Digunakan untuk bahan-bahan yang mengandung cairan yang tidak dapat disterilkan dengan autoklaf(tidak tahan pada temperatur tinggi dan kering). Misalnya untuk media yang mengandung telur, sterilisasi protein dll.
Alat yang digunakan disebut “ARNOLD STEAM STERILIZER”. Dilakukan dengan cara memanaskan medium/larutan menggunakan uap (T=100oC)
selama 30’ setiap hari selama 3 hari berturut-turut
Cara :
a.     Bahan disterilkan dengan menggunakan suhu 100oC selama 30’, dengan tujuan agar sel-sel vegetative mikroba terbunuh. Setelah itu bahan diinkubasi pada temperature kamar selama 24 jam, agar spora yang masih ada pada bahan tersebut berubah menjadi bentuk vegetative.
b.     Kemudian dilakukan sterilisasi tahap II pada suhu 100oC selama 30’, setelah itu diinkubasi  lagi pada temperature kamar selama 24 jam.
c.       Selanjutnya dilakukan sterilisasi tahap III pada suhu 100oC selama 30’, dan diinkubasi  lagi pada temperature kamar selama 24 jam.
d.     Sterilisasi dihentikan sampai tidak ada pertumbuhan sel vegetative  mikroba

5.     Pemanasan dengan uap air bertekanan
Sterilisasi cara ini merupakan cara yang paling umum digunakan dalam setiap rumah sakit. Alat yang digunakan disebut Autoclave, untuk membunuh bakteri yang paling tahan panas. Spora yang paling tahan panas akan mati pada suhu 121oC selama 15’ .Terdiri : suatu bejana tahan tekanan tinggi yang dilengkapi dengan manometer, thermometer, katup pengaman, pengatur tekanan dan tutup yang kuat.
      Caranya : alat-alat yang akan disterilkan dicuci bersih dan didesinfeksi, dibungkus dengan kertas perkamen dan dimasukkan ke dalam  autoclave. Bahan2 yang dapat disterilkan : media pertumbuhan, aquadest dll.
Cara menggunakan autoclave


Cara menggunakan autoclave:
a.   Sebelum melakukan sterilisasi cek dahulu banyaknya air dalam autoklaf. Jika air kurang dari batas yang ditentukan, maka dapat ditambah air sampai batas tersebut. Gunakan air hasil destilasi, untuk menghindari terbentuknya kerak dan karat.
b.  Masukkan  peralatan  dan  bahan.  Jika  mensterilisasi  botol  beretutup  ulir,  maka tutup harus dikendorkan.
c.    Tutup autoklaf dengan  rapat  lalu kencangkan baut pengaman agar  tidak ada uap yang keluar dari  bibir  autoklaf. Klep  pengaman  jangan dikencangkan terlebih dahulu.
d.  Nyalakan  autoklaf,  diatur  timer  dengan  waktu  minimal  15  menit  pada  suhu 121oC.
e.  Tunggu samapai air mendidih sehingga uapnya memenuhi kompartemen autoklafdan  terdesak  keluar  dari  klep  pengaman.  Kemudian  klep  pengaman  ditutup (dikencangkan) dan tunggu sampai selesai. Penghitungan waktu 15’ dimulai sejak tekanan mencapai 2 atm.
f.   Jika  alarm  tanda  selesai  berbunyi,  maka  tunggu  tekanan  dalam  kompartementurun  hingga  sama  dengan  tekanan  udara  di  lingkungan  (jarum  pada  preisure gauge  menunjuk  ke  angka  nol).  Kemudian  klep-klep  pengaman  dibuka  dan keluarkan isi autoklaf dengan hati-hati.


6.     Sterilisasi dengan metode ultra high temperature (UHT)
Adalah : sterilisasi yang dilakukan pada suhu tinggi dalam waktu singkat (suhu 135-150oC sealam 2-6 detik). Dan umumnya untuk sterilisasi bahan cair (susu)

B.   Penyinaran ( Radiasi)
Beberapa sinar yang biasa dipakai dalam proses sterilisasi :
a.     Sinar Ultra Violet (UV)
Sinar ini mempunyai daya bakteriside yang tinggi sehingga biasa digunakan untuk mensterilkan ruangan. Contoh : kamar bedah,ruang pengisian obat dalam ampul dan flakon di industry farmasi. Ruang penanaman bakteri dalam media.
b.     Sinar Gamma dari Kobalt 60.
Sinar ini mempunyai daya penetrasi yang lebih besar dari sinar X, digunakan untuk mensterilkan material tebal. Contoh: Bungkusan alat-alat kedokteran, paket makanan.
c.      Sinar katoda
Sinar ini digunakan untuk menghapus hama pada suhu kamar terhadap barang yang telah dibungkus.

Proses Kimia
Steterilisasi secara kimia
Yaitu sterilisasi dengan menggunakan bahan kimia. Biasanya menggunakan desinfektan. Desinfektan adalah : Suatu bahan kimia yang dapat membunuh sel-sel vegetative jasad renik. Prosesnya disebut desinfeksi. Peralatan yang bisa disterilkan secara kimia al : sarung tangan, kateter dll

Zat-zat kimia yang dapat bersifat desinfeksi :
1.     Fenol dan derivatnya sebagai desinfektan maupun antiseptic
2.     Alkohol, contoh : etanol 70 - 90%
3.     Halogen beserta gugusnya , contoh : iodine(mengdesinfeksi kulit sebelum pembedahan), hypoklorit (sanitasi alat-alat rumah tangga)
4.     Logam berat, contoh : HgCl2, merkurochrom, mertiolat (antiseptic), perak nitrat (tetes mata pencegah penyakit mata pada bayi)
5.     Detergen
6.     Aldehid, contoh : uap formalin
7.     Gas steilisator, digunakan untuk bahan atau alat yang tidak dapat disterilkan dengan panas tinggi atau dengan zat kimia cair. Pada proses ini material disterilkan dengan gas etilen oksida  pada suhu kamar.

2.     Sterilisasi secara mekanik (filtrasi)
Yaitu sterilisasi dengan menggunakan suatu saringan yang berpori sangat kecil (0.22 mikron atau 0.45 mikron) sehingga mikroba tertahan pada saringa tersebut. Proses ini ditujukan untuk sterilisasi bahan yang sangat peka panas (toksin, serum, darah dll),tidak tahan pada pemanasan tinggi ( medium yang mengandung senyawa gula)  Namun cara ini mempunyai kelemahan  yaitu : golongan virus mampu menembus filter atau saringan sterilisasi.

Beberapa jenis penyaring bakteri :
1.     Berkefeld filter
Elemen penyaring pada alat ini terbuat dari tanah diatonal, dengan tingkat porositas : kasar (viel=v), normal (N) dan halus (weing=w). Yamg biasa digunakan untuk penyaring bakteri adalah porositas N dan W.

2.     Chamberland filter
Elemen penyaring pada alat ini adalah porselin yang tidak dilapisi dengan email. Porositasnya bervariasi yakni : L1, L2, L3 dst. Yang biasa digunakan untuk penyaringan bakteri adalah L3.

3.     Seitz filter (filter asbes)
Merupakan alat penyaring dari “Stainless Steel” yang dilengkapi dengan penyaring asbes selulosa yang dapat diganti.

4.     Sintered glass filter/ultra filter dll.

-         Untuk penyaringan dengan filter bakteri diperlukan tekanan positif tertentu(20-30 mm Hg) deangan menggunakan pompa vakum
-         Tekanan 20-30 mm Hg dapat mempercepat penyaringan tanpa menyebabkan buih

Cara kerja menggunakan penyaring bakteri
-         Sterilkan saringan (Berkefeld, Chamberland, Seitz), membrane penyaring(kertas saring) dan Erlenmeyer penampung.
-         Pasang atau rakit alat-alat tersebut secara aseptis, lalu isi corong dengan dengan larutan yang akan disterilkan
-         Hubungkan katup erlenmeyer dengan pompa vakum, kemudian hidupkan pompa.
-          Setelah semua larutan melewati membrane filter dan tertampung di Erlenmeyer, maka larutan dapat dipindahkan ke dalam gelas penampung lain yang sudah steril dan tutup dengan kapas atau aluminium foil yang steril.



No.
Nama
Fungsi
Prinsip Kerja
1.
Spektrofotometer
Mengukur kerapatan optis dari suatu cairan
Berdasarkan prosentase transmisi dari suatu suspense yang akan diukur pada panjang gelombang tertentu
2.
Inkubtor
Memelihara biakan pada suhu konstan tanpa pengocokan
Menjaga suhu tetap konstan dengan aliran udara sebagai penghantarnya
3.
Oven
Sterilisasi alat-alat gelas
Mensterilkan alat dengan udara panas kering pada suhu tinggi dengan aliran listrik
4.
Autoklaf
Sterilisasi medium atau alat-alat yang tahan terhadap suhu dan tekanan tinggi
Pemanasan dengan uap air panas bertekanan tinggi
5.
Laminar Air Flow (LAF)
Ruang steril yang dipergunakan untuk memindahkan mikroorganisme
Mensterilkan udara sekitar dengan radiasi sinar UV secara horizontal
6.
Spatel drugalsky
Mentransfer biakan
-
7.
Mikropipet dan tip
Memindahkan cairan yang bervolume kecil
-
8.
Cawan petri
Membiakkan mikroorganisme
-
9.
Tabung reaksi
Menumbuhkan mikroba
-
10.
Labu Erlenmeyer
Menampung larutan
-
11.
Beaker Glass
Preparasi media, menampung aquadest dan lain-lain

12.
Tabung durham
Menampung atau men -jebak gas yang terbentuk akibat metabolisme bakteri, biasanya digunakan untuk bakteri koliform

13.
Pembakar Bunsen
Menciptakan kondisi yang steril
-
14.
Pinset
Mengambil benda
-
15.
Colony Counter
Menghitung colony bakteri atau jamur
-
16.
Jarum Ose
Mentransfer bakteri
Mengangkat sel
17.
Jarum Tanam Tajam
Mentransfer jamur
Mengangkat hifa
18.
Kaca silinder
Tempat larutan antibiotic
-
19.
Kulkas
Menghambat pertumbuhan mikroorganisme
Mengalirkan udara dingin pada medium


KESIMPULAN 
1.     Sterilisasi bertujuan untuk membebaskan suatu bahan dan bahan dari segala macam bentuk kehidupan terutama mikroorganisme yang tidak diiginkan.
2.     Alat-alat praktikum mikrobiologi-virologi terdiri dari alat non gelas berupa ; mikropipet dan tip. Alat gelas berupa; Cawan petri, tabung reaksi, spatel drugalsky, pipet volume, tabung durham, dan erlenmeyer. Alat instrumen berupa; oven, inkubator, Laminar Air Flow, Autoklaf dan Spektrofotometer. Alat lain berupa; jarum ose dan jarum tanam tajam.
3.     Cara sterilisasi alat-alat gelas dengan menggunakan oven, sedangkan alat-alat non gelas menggunakan autoklaf.
4.     Praktikum harus dilakukan secara aseptis untuk menghindari terkontaminasinya mikroorganisme yang tidak diinginkan baim itu pada alat-alat praktikum, medium dan pada anggota tubuh praktikan.